Minggu, 30 Oktober 2011

Filasafat Umum / Islam

Ulangan:
Soal.
1. Tuliskan Nama Lengkap AlKindi !
Jawaban.
Nama lengkapnya adalah: Abu Yusuf Takup bin Ishak bin Al-Sabah bin Imran bin Muhammad bin Al-Asy’as bin Qais Al-Kindi.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan Al-Kindi dinisbatkan kepada Kindah satu kabilah terkemuka islam yang merupakan cabang dari bani kahlan (Menetap di yaman). Beliau lahir di kuffah sekitar tahun 185 H, bersamaan dengan 801 M, dari kalangan keluarga yang kaya lagi terhormat. Kakeknya Al-Asy’as Qais adalah seorang yang gugur bersama Sa’ad bin Abi Waqas. Sedangkan ayahnya Ishak bin Al- Shabbah adalah gubernur khuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785) dan Al-Rasyid (786-809), Beliau ( Al-Kindi ) menuntut ilmu dibasrah dan Baqdad disana beliau dapat bergaul dengan para ahli fakir terkenal.
Al-Kindi mendapat kedudukan yang tinggi dari pemerintahan maimun Al-miltaqin karena beliau berkecimpung dalam keluarga filsafat, beliau mendapat tantan gan yang sengit dari seorang ahli hadist yang bernama Abu Ja’far bin Muhammad Balakhi.
Selanjutnya Al-Kindi Mengalami kemajuan pikiran dalam islam dan menterjamahkan buku-buku asing kedalam bahasa arab,bahkan beliau termasuk pelo por yang bermacam-macam ilmu yang telah dikajinya, terutama filsafat. Dalam suasan yang begitu penuh bertentangan antara agama dengan mazhab serta faham go longan mu’tajilah dan ajaran syiah.
Beliau juga seorang ahli filosof islam yang pertama. Usahanya untuk memadukan antara filsafat dengan agama . jadi unsur filsafat Al-Kindi yang kita dapati dalam pikiran beliau adalah sebagai berikut:
a. Ajaran Fitagoras tentang matematika sebagai jalan kearah filsafat
b. Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika, Metafisika, walau pun Al-Kindi sendiri sependapat dengan Aristoteles tentang masalah tersebut.
c. Pikiran Plato dan Aristotelas bersama-sama dalam soal Etika.
d. Pikiran Plato dalam soal-soal kejiwaan.
e. Aliran Mu’tajilah dalam menuju kekuatan akal manusia dan menta’wil kan ayat-ayat Alqur’an
Disamping itu beliau juga berfaham dalam masalah wujud tuhan dapat dibagi dua macam:
1. وَجِبُ وُجُوْدِ: اللهُ ذات , بذاته
Yaitu wujud yang hakiki ( Allah ) wujud satu diluar tanggapan kita dan tidak dapat digambarkan juga mutlak dalam segala hal.
2 . ممكن وجود , عالم ذات , بالخيره
Yaitu wujud yang datang dari luar dirinya sendiri sebagai pemberian kepada nya, dengan perkataan wujud diciptakan oleh wujud lain dari wajibul wujud (Allah).

Mengenai wajibul wujud dengan mungkinan wujud, beliau menjelaskan dengan perantaraan yang satu ( Allah ), tidak langsung berhubungan dengan yang rendah atau kotor, yaitu alam. wujud akal sebagai makhluk, Allah yang pertama sekali kemudian memberi wujud hakiki kepadanya serta kekuasaan yang dapat memberi pengaruh kepada wujud bawahnya.
Sebagai makhluk yang memberi pengaruh wujud dibawahnya yaitu matre (madah). Melalui nafsu kuniah ini terjadi alam, falah-falah langit, kemudian terjadi alam seluruhnya dengan bermacam-macam bentuk sesuai dengan kehendak akal, atau terjadi alam berangsur-angsur.

Bukti Wujud Tuhan.
Untuk membuktikan wujud tuhan menurut Al-Kindi ada tiga macam yaitu:
1. Baharunya alam
2. Keaneka ragaman alam
3. Kerapian alam
Mengenai hal yang pertama, Al-Kindi menjelaskan apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya atau tidak mungkin terjadi. Jawabnya mungkin ter jadi. Yang jelasnya alam baharu ada permulaan. Karena alam diciptakan oleh pencipta dari tiada kepada ada.
Mengenai sifat-sifat tuhan hanya sekali dibicarakan pada masa Al-Kindi. Dalam hal ini beliau mengakui pandangan mu’tajilah, diantara sifat-sifat tuhan adalah keesaan dimana-mana merupakan satu sifat khas bagi tuhan.
Tuhan itu satu, zatnya satu dalam hitungan, tuhan itu satu maha kuasa, maha hidup, dia bukan benda bukan pula tanah, tidak mempunyai kwalitas, tidak berhubungan dengan lain seperti anak dengan ayah dan sebagainya.

Soal.
2. Buat Kesimpulan Filsafat Al-Kindi !
Jawaban.

a. Talfiq.
Al-Kindi berusaha memadukan (Talfiq) antara agama dengan filsafat. Menurut nya filsafat adalah pengetahuan yang benar ( Knowledge of Truth ) Alqur’an yang membawa argument-argumen yang lebih meyakinkan dan benar. Tidak mungkin ber tentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang. Bahkan tiologi adalah bagian dari filsafat. Sementara itu umat islam diwajibkan mempelajari tiologi.
Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus, Filsafat juga mempergunakan akal yang benar, agar dapat menghasilkan kepastian. Filsafat yang paling tinggi menurut Al-Kindi ialah filsafat tiologi yang didalamnya mebahas masaalah ketuhanan

b. Matefisika.

Adapun mengenai ketuhanan menurut Al-Kindi, tuhan adalah wujud yang sem purna yang tidak didahulai oleh wujud yang lain. Wujudnya tidak berakhir sedangkan adanya wujud yang lain disebabkan ada wujudnya ( Allah ).
Tuhan adalah yang maha esa tak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamainya ليس كمثله شيئ dalam segala asfek. Dia tidak dilahirkan dan tidak melahirkan لم يلد ولم يولد.

Didalam alam ada benda-benda yang dapat ditangkapmoleh panca indra, benda-benda itu merupakan juz’iyah (Particulars). Yang penting bagi filsafat, kata Al-Kindi bukan juz’iyah yang tidak terhingga banyaknya itu, tetapi hakikat yang terdapat dalam Juz’iyah yaitu Kulliah. كلية.
Tiap-tiap benda mempunyai dua hakikat:
1. Hakiakat Juz’iayah. Ini disebut dengan Ainiah.
2. Hakikat Kulliah. Ini drsebut Mahyah. Yaitu hakikat yang bersifat Universitas dalam bentuk Genus dan Species
Tuahan dalam Filsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti Aniah atau Mahiah. Bukan Ainiah, karena tuhan tidak temasuk benda-benda yang dialam, bahkan dia yang menciptakan alam. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam mentuk Mahiah karena tuhan tidak merupakan Genus atau Species. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang menyamainya.
Mengenai Kosmologi Al-Kindi berpendapat bahwa ala mini dijadikan oleh tuhan dari tiada kepada ada. Allah tidak hanya menjadikan alam tetapi Allah juga yang mengendalikan serta mengatur sebahagiannya yang dapat dijadikan dengan sebahagian yang lainnya. Dalam alam ini terdapat gerak yang dapat menjadikan kebaikan dan gerak yang dapat merusak.
Dalam bukunya Al-Ibanah, Al-Kindi menyebutkan sebab gerak apabila terhimpun 4 sebab. ( علة). Diantaranya:
1. Sebab Material ( Al-Ushuriyyah)
2. Sebab Bentuk ( Al-Shuriyah)
3. Sebab Pembuat ( Al-Fa’ilah)
4. Sebab Tujuan atau Manfaat ( Al-Tammiyyah)

c. Jiwa
Adapun tentang jiwa menurut Al-Kindi tudak tersusun mempunyai arti penting dan mulia. Subtansi ruh berasal dari subtansi tuhan. Hubungan ruh dengan tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan mata hari. Selain itu juga jiwa bersifat spiritual ilahiah, terpisah dan bebeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat seperti Hawa, Nafsu, Amarah Dll.
Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni daya bernafsu daya pemarah dan daya berfikir. (appetitive, irascible dan cognivite faculi). Daya berpikir ini disebut dengan akal, menurut Al-Kindi akal tersebut tebagi Kepada tiga yaitu:
1. Akal yang bersifat Potensial.
2. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi Aktual
3. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensial tidak dapat keluar menjadi actual jika tidak ada ke kuatan yang menggerakkannya dari luar. Karena itu ada satu macam lagi akal yang mempunyai wujud diluar ruh manusia yakni akal yang selamanya dalam aktualita. Akal yang selamanya dalam aktualitas inilah yang menggerakkan potensial menjadi actual.

d. Moral

Menurut Al-Kindi filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia diri dan seorang filosuf wajib menempuh hidup susila. Hikmah sejati membawa pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup jiwa, yakni untuk membentuk kualitas jiwa asal kan perbuatan itu dilakukan secara sadar.

Soal.
3. Tulislah nama lengkap Al-Faraby
Jawaban
Beliau adalah Abu Nassar Muhammad bin Abalkan, yang hidup pada tahun 257-337H bersamaan 870-950M. beliau seorang pelajar yang sangat jenius. Yang mempunyai keahlian bermacam-macam. Salah satunya adalah dalam bidang bahasa, beliau menguasai berbagai bahasa antara lain: Iran, Irak, Pakistan, Arab dll. Setelah dewasa, beliau pergi keirak untuk menuntut ilmu dibidang filsafat dan logika, beliau memperdalam ilmu ini sampai 30 tahun. Beliau juga pernah menuntut ilmu dikurasan, tapi tidak begitu lama.
Setelah beliau selesai menuntu ilmu lalu beliau mengarang dan mengajarkan ilmu-ilmu filsafat yunani. Beliau banyak mempunyai murid yang handal. Salah satu nya adalah, Yahya bin “Adi. Setelah Al-Faraby menetap beberapa tahun dibaqdad lalu beliau behijrah kedamsyik yang akhirnya beliau wafat disana.

Soal.
4. Buat Kesimpulan Filsafat Al-Faraby !
Jawaban
a. MEMAKNAI KEMBALI WAHYU.
Makna sentral wahyu adalah “pemberian informasi” secara rahasia. Dengan kata lain, wahyu adalah sebuah hubungan komunikasi antara dua pihak yang mengandung pem berian informasi pesan secara samar dan rahasia. Oleh karena “pemberian informasi” dalam proses komunikasi dapat berlangsung apabila melalui kode tertentu, maka dapat dipastikan bahwa konsep kode melekat (inherent) dalam konsep wahyu, dan kode yang dipergunakan dalam proses komunikasi tersebut pastilah kode bersama antara pengirim dan penerima, dua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Apabila nama seperti al-Kitab dan al-Qur’an dapat dianggap sebagai nama diri (proper name) maka “wahyu”, meskipun mengacu pada al-Qur’an, bukan berarti sebagai nama diri. Dalam hal ini acuan wahyu justru meluas, mencakup semua teks agama Islam dan non Islam. Wahyu dalam perspektif bahasa Arab sebelum al-Qur’an menunjuk pada setiap proses komoni kasi yang mengandung semacam “pemberian informasi”. Dalam kamus Lisan al-‘Arab –kamus bahasa arab tertua– disebutkan: “Asal makna wahyu menurut bahasa adalah pemberian informasi secara rahasia”. Semua makna wahyu yang dikemukakan pengarang
kamus tersebut, seperti ilham, isyarat, tulisan, dan ujaran, tercakup dalam
pengertian “pemberian informasi”. Masing-masing dari makna itu menunjuk pada satu cara tertentu dalam pemberian informasi. Pemberian informasi bisa dalam bentuk ucapan, tulisan, isyarat, ataupun ilham (Abu Zaid, 2002: 31).

b. Akal Menurut Albaraby.
Manusia adalah makhluk rohani yang dengan potensi rohaniahnya ia mampu men transindensi diri. Manusia dengan akalnya berpotensi menggapai yang tak terkatakan dari Tuhan. Akal inilah yang oleh al-Faraby di sebut dengan akal mustafad (perolehan) yang mampu menangkap pancaran nur Ilahiyah serta mampu berkomunikasi dengan akal kese puluh yang disebutnya dengan roh kudus, yakni Jibril. Pada taraf ini ruh-Qur’an menjadi satu dalam dirinya dan manusia telah menjadi seorang nabi, paling tidak bagi dirinya sendiri.
Tatapi akal di sini harus dibedakan dengan pengertian akal dalam bahasa Inggris (intellect) yang berarti daya berpikir yang terdapat dalam otak yang biasanya diposisikan secara berlawanan dengan istilah "hati" atau daya jiwa (nafs nathiqah). Akal menurut al-Faraby kira-kira mendekati pengertian istilah Yunani nous yang berarti daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal adalah salah satu daya dari jiwa (an-nafs atau ar-ruh) yang terdapat dalam diri manusia.
Kata-kata an-nafs dan ar-ruh berasal dari al-Qur’an, dan juga telah masuk ke dalam bahasa kita dalam bentuk nafsu, nafas dan roh. Roh (ruh) berasal dari alam arwah yang memerintah dan menggunakan jasad yang dicipta (fana) sebagai alatnya. Roh berasal dari tabiat Ilahi dan cenderung dan pasti kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci. Hal ini dinyatakan oleh Allah karena ruh bersifat kerohanian dan selalu dalam keadaan suci, maka sete lah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Roh di dalam diri manusia ber fungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Roh di sini merupakan kebalikan dari jiwa (an-nafs).
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan roh. Roh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci. Jiwa muthmainnah inilah yang telah dijamin Allah langsung masuk surga (kebahagiaan).
Dalam filsafat emanasi, akal manusia jiwa muthmainnah yang telah mencapai derajat perolehan (mustafad) dapat mengadakan hubungan dengan Akal Kesepuluh, yaitu ar-ruh (Jibril). Komonikasi itu bisa terjadi karena akal perolehan telah begitu terlatih dan begitu kuat daya tangkapnya sehingga sanggup menangkap hal-hal yang bersifat abstrak murni. Seorang Nabi, demikian menurut Ibn Sina, dianugrahi Tuhan akal yang mempunyai daya tangkap luar biasa sehingga tanpa latihan ia dapat menga dakan komonikasi langsung dengan Jibril (roh kudus).
Perbedaan manusia pada umumnya dengan Nabi adalah bahwa Nabi telah difitrahkan seluruh jasmani dan rohaninya, berubah menjadi malaikat dari dunia atas, dapat berubah menjadi malaikat secara faktual dalam sekejab. Ia dapat melihat dunia atas, berada dalam dunia mereka, dapat mendengar percakapan rohani dan titah ke tuhanan dalam waktu yang sekejap itu. Para Nabi tersebut diciptakan Tuhan untuk memiliki kemampuan untuk melepaskan kemanusiaannya dalam waktu sekejab itu, yaitu pada situasi mewahyu (Ibn Khadun, 95). Karena itu, sebenarnya komunikasi Nabi tidak harus melalui akal dalam derajat perolehan tapi melalui akal dalam derajat materil.
Karena itu, penyair Sufi besar Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menerima wahyu, walaupun wahyu yang diterimanya berada di bawah yang diterima Nabi. Dalam Diwan-nya dia menulis antara lain: “Dari langit setiap saat wahyu diturunkan ke relung kalbumu, “Bagai sampah berapa lama usia hidupmu akan bertahan di bumi? Mikrajlah!”. Barang siapa yang merasa beban jiwanya berat, pada akhirnya akan menjadi sampah. Jika sampah telah penuh melampaui tong sampah, bersihkan!







Soal
5. Sebutkan nama lengkap Ibnu Sina !
Jawaban.
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.
Soal
6. Buat Kesimpulan Filsafat Ibnu Sina !
Jawaban
Filsafat Jiwa
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuk soal - soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran - piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mngandung arti bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh karena itu mereka berpendapat : Tiada yang berwujud selain dari Allah swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya, sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada. Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud), dalam arti wujud bayangan bergantung pada wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada; bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang punya bayangan.
Ada empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina untuk membuktikan adanya jiwa yaitu :
1. Dalil alam - kejiwaan (natural psikologi).
2. Dalil Aku dan kesatuan gejala - gejala kejiwaan.
3. Dalil kelangsungan (kontinuitas).
4. Dalil orang terbang atau orang tergantung di udara
Dalil – dalil tersebut apabila diuraikan satu persatu adalah sebagai berikut :
1. Dalil Alam Kejiwaan
Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa – peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan (idrak, pengetahuan).
Gerak ada dua macam yaitu :
1) Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.
2) Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya batu dari atas ke bawah.
b. Gerak yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sdang berat badannya seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya jatuh (tetap) di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur – unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut ialah jiwa.
Pengenalan (pengetahuan) tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan – kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua – duanya dari Aristoteles.
Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan – kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda – benda tersebut hanya terdiri dari unsur – unsur yang satu maca, sedang benda – benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsur – unsurnya). Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda – benda yang bergerakmelawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur – unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat – alat (mesin ) yang bergerak dengan gerak yyang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat – alat (mesin – mesin) terseut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya. Ulama – ulama biologi sendiri sekarang menafsirkan fenomena kehidupan dengan tafsiran mekanis dan dinamis, tanpa mengikut sertakan kekuatan psikologi (kejiwaan).
Nampaknya Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab – kitab yang dikarang pada masa kematangan ilmunya, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi-segi pikiran dan jiwa, yang merupakan genitalianya Ibnu sina.
2. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.
Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur, maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.
3. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).
Dalil ini mengatakan bahwa masa kita yang sekarang berisi juga masa lampau dan masa depan. Kehidupan rohani kita pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan kita yang kemarin, dan hubungan ini tidak terputus oleh tidur kita, bahkan juga ada hubngannya dengan kehidupan kita yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Kalau kita ini bergerak dalam mengalami perubahan, maka gerakan – gerakan dan perubahan tersebut bertalian satu sama lain dan berangkai – rangkai pula. Pertalian dan perangkaian ini bisa terjadi karena peristiwa – peristiwa jiwa merupakan limphan dari sumber yang satu dan beredar sekitar titik tarik yang tetap. Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam, bahkan telah mendahului masanya beberapa abad, karena pendapatnya tersebut dipegangi oleh ilmu jiwa modern dan telah mendekati tokoh – tokoh pikir masa sekarang.
4. Dalil Orang Terbang atau Tergantung di Udara.
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota – anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak akan ragu – ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi). Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Dalil Ibnu Sina tersebut seperti halnya dengan dalil Descartes, didasarkan atas suatu hipotesa, bahwa pengenalan yang berbeda – beda mengharuskan adanya perkara perkara yang berbeda – beda pula. Seseorang dapat melepaskan dirinya dari segala sesuatu, kecuali dari jiwanya yang menjadi dasar kepribadian dan dzatnya sendiri. Kalau kebenaran sesuatu dalam alam ini kita ketahui dengan adanya perantara (tidak langsung), maka satu kebenaran saja yang kita ketahui dengan langsung, yaitu jiwa dan kita tidak bisa meragukan tentang wujudnya, meskipun sebentar saja, karena pekerjaan – pekerjaan jiwa selamanya menyaksikan adanya jiwa tersebut.


Soal
7. Tuliskan Nama Lengkap Ibnu Bajjah !
Jawaban
Ibnu Bajjah (ابن باجة Ibn Bajjah) atau nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh (أبو بكر محمد بن يحيى بن الصايغ) merupakan ahli falsafah dan doktor Muslim Andalusia yang dikenali di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Beliau lahir di Saragossa atau di tempat yang kini bernama Sepanyol dan meninggal di Fez pada tahun 1138.
Soal
8. Buat Kesimpulan Filsafat Ibnu Bajjah!
Jawaban
A. Epistimologi
Sebagai tokoh filsafat islam di dunia Barat, ibn bajjah tidak lepas dari pengaruh saudara-saudaranya (filusuf islam di dunia timur) terutama pemikiran al farabi dan ibn sina. Dalam bukunya yang terkenal Tdbir Al Mutawahhid, beliau mengemukakan teori al ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa'al atas bantuan ilmudan pertumbuhan kekuatan insaniah.
Berkaitan dengan teori ittishal tersebut, ibn bajjah juga juga mengajukan satu bentuk Epistimologiyang berbeda dengan corak yang dikemukakan oleh Al Ghazali di Dunia Islam Timur. Kalau Al Ghazali berpendapat bahwa Ilham adalah sumber pengetahuan yang lebih penting dan lebih dipercaya, maka ibn bajjah mengkritik pendapat tersebut, dan menetapkan bahwa sesungguhnya perseorangan mampu pada puncak pengetahuan dan melebur Akal Fa'al, bila ia telahbersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat. Oleh karenanya seseorang sebisa mungkin harus dapat mengasingkan pemikiran, dan jiwa masyarakat yang didasari atas pemenuhan hawa nafsu.

B.Metafisika
Adapun pendapat ibn bajjah mengenai Metafisika, boleh dikatakan hampir sama dengan Al Farabi. Menurut ibn bajjah bahwa segala yang maujud terbagi menjadi Dua
Bergerak dan yang Tidak Bergerak. Yang bergerak itu adalah Materi yang sifatnya terbatas. Dan gerakan yang terbatas tidak mungkin dari zatnya sendiri. Tatapi sebab gerakan berasal dari kekuatan yang tidak terbatas (wujud) yaitu Akal. Akal memberi gerak kepada jisim.

C.Moral
Tujuan Manusia hidup di dunia ini, kata ibn bajjah, adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Untuk itu, diperlukan usaha yang bersumber pada kemauan bebas dan pertimbangan Akal dan jauh dari nafsu Hewani. Lebih jauh ibn bajjah mengelompokkan perbuatan manusia kepada Perbuatan Hewani dan Perbuatan Manusiawi. Watak sejati manusia pada hakikatnya bersifat Intelektual, yang merupakan karakteristik semua bentuk spiritual. Dan hanya “manusia spiritual” inilah yang benar-benar dapat menenyal kebahagiaan. Ibn bajjah menyatakan bahwa kemajuan Intelektual bukanlah semata-mata atas usaha manusia, tetapi disempurnakan oleh Tuhan dengan memasukkan cahaya ke dalam Hati. Pemikiran ibn bajjah tersebut, menurut Al Hanafi nampaknya telah mempengaruhi Immanuel Kant, meskipun Knt telah menambah pemikiran-pemikiran baru yang menyebabkan ia lebih maju dari ibn bajjah
D.Politik
Dari pengertian Mutawahhid, kadang-kadang orang mengira bahwa ibn bajjah menginginkan seseorang menjauhkan diri dari masyarakat. Tetapi sebenarnya ibn bajjah bermaksud bahwa seorang mutawahhid harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Maksudnya, hendaklah seseorang mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat. Dengan kata lain, ia harus berpusat pada dirinya dan merasa selalu bahwa dirinya menjadi contoh ikutan orang, bukan malah tenggelam di dalam arus masyarakat . Tetapi jika masyarakat tidak baik maka seseorang harus menyepi dan menyendiri . Ibn bajjah menyadari bahwa warga memiliki sikap dan bertindak mulia jumlahnya tidaklah banyak. Menurut ibn bajjah orang yang menpunyai sikap mulia ciri-cirinya ialah:



1. Selalu menjaga kesehatan. Untuk itu mereka memerlukan sedikit pengetahuan tentang kesehatan agar dapat merawat diri.
2. Sederhana dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menyangkut sandang, pangan, dan tempat tinggal, karena kebutuhan yang demikian bukan tujuan utama bagi kehidupan.
3. Bergaul dengan orang yang berilmudan menjauhi orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi.

Soal
9. Tuliskan Nama Lengkap Ibnu Tupail!
Jawaban
Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu bakar Muhammad ibn Abd Al malik ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tufail, dalam tulisan, abudecer. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari spanyol.ibnu tafail lahir pada abad VI H/XIII M di kota guadix,propensi Granada.keturunan Ibnu Tufail termasuk keluarga suku arab yang terkemuka,yaitu suku qois.

Soal
10. Buatkan Kesimpulan Filsafat Ibnu Tupail!
Jawaban
Ajaran Filsafat Ibnu Tufail

a. Tentang Dunia.
Salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh tuhan dari ketiadaan atas kehendak-nya?dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana kant.tidak seperti pendahulunya, tidak menganut salah satu doktrin saingannyapun dia tidak berusaha mendamaikan mereka.di lain pihak, dia mengecam dengan pedas para pengikut aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas.
Eksistensi seperti itu tidak lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dan karena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu, dan yang tidak dapat sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun. begitu pula konsep Creatio Ex Nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya yang seksama.
Al-Ghazali, mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemujudan sebelum ketidak mujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia, dan karena itu kemujudan dunia di kesampingkan.lagi, segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang pencipta menciptakan dunia saat itu bukan sebelumnya? apakah hal itu dikarenakan oleh suatu yang terjadi atas-nya? tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun sebelum dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-nya.apakah hal itu mesti bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-nya? tapi adakah yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut?
Karena itu Ibnu Tufail menerima baik pandangan mengenai kekekalan maupun penciptaan sementara dunia ini.

b. Tentang Tuhan
Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya.juga sang pencipta bersifat immaterial,sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia di ciptakan oleh satu pencipta.di pihak lain, anggapan bahwa tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduranyang tiada akhir yang adalah musykil.oleh karena itu dunia ini pasti mempunyai penciptanya yang tidak berwujud benda.dan karena dia bersifat immaterial, maka kita tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab imajinisasi hanya menggambarkan hal-hal di tangkap oleh indra.
Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga,dan gerak sebagaimana di katakan oleh arestoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efesien dari gerak itu.jika penyebab efesien ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu terbatas dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas.oleh sebab itu penyebab efesien dari gerak kekal harus bersifat immaterial.ia tidak boleh di hubungkan dengan materi ataupun di pisahkan darinya,ada di dalam materi itu atau tanpa materi itu,sebab penyatuan dan pemisahan, keterkandungan atau keterlepasan merupakan tanda-tanda material,sedang penyebab efesien itu,sesungguhnya lepas dari itu semua.
c. Tentang Kosmologi Cahaya
Ibnu Tufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa kecuali satu itu. Manivestasi kemajemukan, kemaujudan dari yang satu dijelaskannya dalam gaya new platonik yang menoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya Tuhan. Proses itu pada prinsipnya, sama dengan refleksi terus menerus cahaya mata hari kepada cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada cermin yang dari sana menuju ke yang lain dan seterusnya, menunjukkkan kemajemukan . semua itu merupakan pantulan matahari dan bukan matahari itu sendiri, juga bukan cermin itu sendiri, bukan pula suatu yang lain dari matahari dan cerminitu.
Kemajemukan cahaya yang dipantulkan itu hilang menyatu dengan matahari kalau kita pandang sumber cahaya itu, tapi timbul lagi bila kita lihat dicermin, yang disitu cahaya tersebut dipantulkan. Hal yang sama juga berlaku pada cahaya pertama serta perwujudannya didalam kosmos.

Kesimpulan

1. Ibnu Tufail adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir pada abad VI H/XIII M di kota Guadix, ropensi Granada.
2. Karya Ibnu Tufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang berjudul Hayy Ibnu Yagzan (“kehidupan anak kesadaran”)
3. Ajaran Filsafat Ibnu Tufail Tentang Dunia, tentang Tuhan, tentang kosmolgi cahaya, epistimologi pengetahuan




















Soal
11. Tuliskan Nama Lengkap Ibnu Rusdy!
Jawaban
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.

Soal
12. Buatlah Kesimpulan Filsafat Ibnu Rusdy !
Jawaban
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam irman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah suiarah Al-Hasyr: 2 yang artinya: “Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat) wahai orang-orang yang berakal”. Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.
Qyas akali merupakan suatu keperluan yang tidak dapat dielakkan. Setiap pemikir wajib mempelajari kaidah-kaidah kias dn dalil serta mempelajari ilmu logika dan falsafah. Bernalar dengan kaidah yang benar akan membawa kepada kebenaran yang diajarkan agama, karena kebenaran tidak saling bertentangan, tapi saling sesuai dan menunjang.
Seperangkat ajaran yang disebut dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sesuatu yang pada lahirnya berbeda dengan filsafat, sehingga difahami bahwa filsafat itu bertentangan dengan agama. Dalam hal ini Ibnu Rusyd menjawab dengan konsep takwil yang lazim digunakan dalam masalah-masalah seperti ini.
Dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang harus difahami menurut lahirnya, tidak boleh dita’wilkan dan ada juga yang harus dita’wilakan dari pengertian lahiriah.
Adapun jika keterangan lahiriahnya sesuai dengan keterangan filsafat, ia wajib diterima menurut adanya. Dan jika tidak, ia harus dita’wilkan. Namun ta’wil itu sendiri tidak sembarang orang dapat melakukannya atau disampaikan kepada siapa saja. Yang dapat melakukan ta’wil itu adalah para filosof atau sebagian mereka, yakni orang-orang yang telah mantap dalam memahami ilmu pengetahuan. Adapun penyampaian ta’wil itu dibatasi pada orang-orang yang sudah yakin, tidak kepada selain mereka yang ampang menjadi kufur.
Agama islam kata Ibn Rusyd tidak mengandung dalam ajarannya hal-hal yang bersifat rahasia, seperti ajaran trinitas dalam agama Kristen. Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala yang ada. Dari itu, iman dan pengetahuan akali merupakan kesatuan yang tidak bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambing atau simbolm bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.
2. Metafisika
a. Dalil wujud Allah
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.
b. Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj diciptakan demikian oleh sang pencipta bijaksana.
c. Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tundujk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.
d. Dalil Gerak.
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis gerak berakhir pada gerak pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang bergerak pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak bergerak sama sekali, baik pada dzatnya maupun pada sifatnya.
Akan tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak itu qadim.
e. Sifat-sifat Allah.
Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah berpijak pada perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk mengenal sifat-sifat Allah, Ibn Rusyd mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih dan tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan pembedaan Allah dengan manusia, maka tidak logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.
3. Fisika
a. Materi dan forma
Seperti dalam halnya metafisika, ibnu rusyd juga di juga di pengaruhi oleh Aristoteles dalam fisika. Dalam reori Aristoteles, ilmu fisika membahas yang ada (maujud) yang mengalami perubahan seperti gerak dan diam. Dari dasarnya itu, ilmu fisika adalah materi dan forma.
Menurut Ibn Rusyd, bahwa segala sesuatu yang berada di bawah alam falk terdiri atas materi dan forma. Materi adalah sesuatu yang darinya ia ada, sedangkan forma adalah sesuatu yang dengannya ia menjadi ada setelah tidak ada.
b. Sifat-sifat jisim.
Adapun sifat-sifat jisim ada empat macam, yaitu:
- Gerak
- Diam
- Zaman
- Ruang
c. Bangunan alam.
Para filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah yang paling sempurna, sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling Afdol. Gerak inilah yang kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka jisim-jisim samawi memiliki bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini bergerak melingkar, maka alam semesta ini merupakan sesuatu planit yang bergerak melingkar.Dan planit ini hanya satu saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah alam falak itu saling mengisi.
Jadi alam ini terdiri dari jisim-jisim samawi yang tunggal dan benda-benda bumi yang terdiri dari percampuran emoat anasir melalui falak-falak. Dari percampuran ini timbulah benda-benda padat, tumbuhan hewan, dan akhirnya manusia.
4. Manusia
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut sebagai kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain yangmerupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang terdiri dari anggota-anggota. Untuk menjelaskan kesempurnaan jiwa tersebut, Ibnu Rusyd mengkaji jenis-jenis jiwa yang menurutnya ada lima:
• Jiwa Nabati
• Jiwa perasa
• Jiwa khayal
• Jiwa berfikir
• Jiwa kecendrungan
5. Kenabian dan Mu’jizat
Allah menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam hal yang pertama, rasul itu memberitahukan jenis-jenis ilmu dan berbagai amal perbuatan yang tidak lazim diketahui oleh manusia. Suatu hal yang diluar kebiasaan pengetahuan manusia, sehingga ia tidak dapat mengetahuinya adalah bukti bahwa orang yang membawanya adalah rasul yang menerima wahyu dari Allah, bukan dari dirinya.
Ringkasnya Ibnu Rusyd membedakan dua jenis mukjizat: mukjizat ekstern yang tidak sejalan dengan sifat dan tugas kerasulan, seperti menyembuhkan penyakit, membelah bulan dan sebagainya. Dan mukjizat intern yang sejalan dangan sifat dan tugas kerasulan yang membawa syariat untuk kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat yangpertama yang berfungsi sebagai penguat sebagai kerasulan. Sedangkan yang kedua sebagai bukti yang kuat tentang kerasulan yang hakiki dan merupakan jalan keimanan bagi para ulama dan orang awamsesuai dengan kesanggupan akal masing-masing.
6. Politik dan Akhlak
Seperti yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social, manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya dalam dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi . pemerintahan islam pada awalnya menurut Ibnu rusyd adalah sangat sesuai dengan teorinya tentang revublik utama, sehingga ia mengecam khalifah muawwiyah yang mengalihkan pemerintahan menjadi otoriter.
Dalam pelaksanaan kekuasaan hendaknya selalu berpijak pada keadilan yang merupakan sendinya yang esensial. Hal ini karena adil itu adalah produk ma;rifat, sedangkan kezaliman adalah produk kejahilan.
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa dalam Negara utama orang tidak memerlukan lagi kepada hakim dan dokter karena segala sesuatu berjalan secara seimbang, tidak lebih dan tidak berrkurang.hal ini karena keutamaan itu sendiri mengandung dalam dirinya keharusan menghormati hak orang lain dan melakukan kewajiban.
Khusus tentang wanita , Ibnu rusyd sangat membela kedudukannya yang sangat penting dalam Negara. Pada hakikatnya, anita tidak berbeda dengan pria pada watak dan daya kekuatan. Dan jikapun ada, maka itu hanya ada pada kuantitas daya dan pada beberapa bidang saja. Dan jika dalam kerja, ia dibawa tingkat pria, tetapi iamelebihinya dalam bidang seni, seperti music. Menurut Ibnu Rusyd, masyarakat islam tidak akan maju, selama tidak membebaskan wanita dari berbagai ikatan dan kekangan yang membelenggu kebebasannya.

Kesimpulan
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan.
Pemikiran Ibnu Rusyd di antaranya ialah:
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam
2. Metafisika meliputi:
• Dalil wujud Allah
• Dalil ‘inayah (pemeliharan)
• Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
• Dalil Gerak.
• Sifat-sifat Allah.
3. Fisika meliputi
• Materi dan forma
• Sifat-sifat jisim.
• Bangunan alam.
4. Manusia
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah forma.
5. Kenabian dan Mu’jizat
Allah menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam
6. Politik dan Akhlak
Seperti yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social, manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya dalam dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar