حدثنا محمد بن يوسف قال :أخبرنا سفيان ،عن الأعمش ،عن أبي وائل ،عن ابن مسعود قال :كان النبي صلى الله عليه وسلم :َتَخَوّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الأَيّامِ. كَرَاهِيَةَ السّآمَةِ عَلَيْنَا.
Artinya:
Kami diceritakan oleh Muhammad bin yusuf, ia berkata kami diberitakan oleh sofyan, dari A’mass, dari Adi Wail dari Ibnu Mas’ud katanya: bahwa nabi saw selalu memilih waktu yang tepat bagi kami untuk memberi nasihat, karena beliau takut kalau kami merasa bosan. 1
Dilihat dari I’tibar sanad diatas , Hadist tersebut berasal dari ibnu mas’ud. Beliau adalah salah satu sahabat yang banyak meriwatkan hadist Nabi Muhammad saw. Beliau wafat pada tahun ( 32 H ).
Sahabat nabi yang paling banyak meriwatkan hadist, mereka itu ialah:
Abu Hurairah 5374 hadits, Ibnu Umar 2630 hadits, Anas bin Malik 2286 hadits, Aisyah 2210 hadits, Ibnu ‘Abbas 1660 hadits, Jabir bin ‘Abdullah 1540 hadits, Abu Sa'id Al-Khudri 1170 hadist, Ibnu Mas'ud 848 hadits, Ibnu 'Amr bin Ash 700 hadits, Abu Dzarr Al- Ghifari 281 hadits, Abu Darda' 179 hadits. 2
b. Takhrij Hadist:
Hadist yang telah disebutkan diatas adalah merupakan hadist yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari jilid pertama, Kitab Al-Ilmu hadist yang ke 68, beliau juga meriwayatkan hadist ini dalam kitab yang sama, Kitab Adda’wah Hadist ke 6068
Pada hadist diatas beliau meriwatkan melalui Muhammad bin yusuf dari Sufyan, sedangkan pada kitab Adda’wah melalui Umar bin Hafs dari abinya. Dan bertemu pada sanad yang ketiga yaitu Al A’amas.
1. Sahih Bukhari- Kitab Al-Ilmi, Intaju Mauqii’ Ruhul Islam.
2. Talqih Fahum Ahli Al-atsar Karya Ibnu Jauzi.
Namun sebatas penelitian penulis, hadist ini bukan hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari saja, namun diriwayatkan juga oleh Imam-Imam yang lain. Mereka ialah: 3
1. Imam Muslim- Kitab Sifatul Qiamah Wal Jannah Wan Nar. Hadist ke 2821
2. Imamut tirmidi, Dalam sunan tirmidi- Al-Bab Ista’dhan Wal Adab. Hadist ke 3015.
3. Ibnu Hubban, Sahih Ibnu Hubban- Kitabu As-Sir. Hadist ke 4524.
4. Abi Ya’la, Musnad Abi Ya’la- juzu’ ke 8 – 9. Hadist ke 5032 – 5137.
5. Imam Ahmad, Musnad Ahmad
Dari segi sanad, masing-masing Imam perawi Hadist meriwatkan dari jalur yang berbeda, tetapi kebanyakan mereka melalui jalur Al-A’amass.
Sedangkan dari segi matan, lafat hadist ini ada sedikit perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak mengubah subtansi ma’na hadist. Sebahagian hadist menggunakan Lafat كَرَاهِيَةَ sementara yang lain mengunakan lafaz مخافة . yang mana kedua lafaz ini mempunyai arti yang sama yaitu: Khawatir atau Takut
Dengan melihat matan hadist semuanya sama, hadist ini menunjukan waktu mem berikan nasihat dan juga ilmu diriwayatkan secara LAFDHI, Hadist ini dinamakan juga dengan hadist Fi’li.
c. Penjelasan Hadist:
Kata Mau’idhah dalam teks hadist tersebut mempunyai arti nasihat, nabi selalu memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasihat atau ilmu kepada para sahabatnya, agar mereka tidak merasa bosan dan jenuh. Agama ini memerintahkan pemeluknya untuk menggalakkan budaya nasehat. Nasehat akan memperbaiki kepribadian seorang yang dahulunya buruk. Nasehat pulalah yang mampu menciptakan persaudaraan yang sejati. Namun, kesemuanya itu barulah dapat terwujud apabila nasehat yang disampaikan dapat membekas dan meresap di dalam jiwa.
Allah ta’ala memerintahkan nabi untuk memberikan nasehat yang dapat mempengaruhi jiwa para pendengarnya:
3. Intaju Mauqii’ Ruhul Islam.
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Agar nasihat dapat berbekas ada beberapa kiat yang dapat dilakukan:
I. Topik yang sesuai.
Nasehat haruslah disampaikan dengan memperhatikan topik yang dibutuhkan oleh para pendengar. Jangan sampai anda memberikan nasehat dengan topik yang tidak mereka butuhkan. Sebagai permisalan, apabila anda melihat mayoritas manusia lebih memprioritaskan kehidupan dunia daripada mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat, maka topic yang seharusnya disampaikan adalah menghasung mereka untuk cinta kepada akhirat dan berlaku zuhud (tidak tamak) terhadap dunia. Namun, jika seorang menasehati mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beribadah, sementara mereka belum mampu untuk melaksanakan berbagai ajaran agama yang sifatnya wajib, maka topik nasehat yang disampaikan pada saat itu tidaklah tepat, karena unsur hikmah dalam memilih topik kurang diperhatikan.
II. Bahasa yang fasih.
Kefasihan sangat dituntut dalam nasehat yang hendak disampaikan. Sahabat pernah mengatakan:
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا بَعْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ
“Selepas shalat Subuh, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat yang sangat menyentuh, hati kami bergetar dan air mata pun berlinang.” (HR. Tirmidzi: 2676. Diabsahkan oleh Syaikh AlAlbani dalam Misykatul Mashabih
Maka seorang pemberi nasihat hendaknya menyampaikan nasehat dengan lafadz yang terbaik, yang paling mampu menyentuh jiwa para audien, sehingga merekapun tertarik untuk mendengarnya.
III. Waktu dan kondisi yang tepat.
Waktu yang tepat juga turut berpengaruh. Seorang pemberi nasehat hendaknya memilih momen yang tepat untuk menyampaikan nasehatnya.Pada hadits yang lalu, dapat kita perhatikan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan wejangan kepada para sahabatnya di waktu Subuh. Pada waktu tersebut, tubuh sedang berada dalam kondisi puncak, setelah di waktu malam beristirahat.
Demikian pula, pada waktu tersebut, pikiran masih jernih, belum terbebani. Maka seorang pemberi nasehat harus mampu memperhatikan kondisi orang yang hendak dinasehati, apakah pada saat itu dia siap menerima nasehat ataukah tidak.
IV. Jangan bertele-tele
Nasehat juga janganlah bertele-tele dan panjang sehingga membosankan. Abu Wa-il pernah mengatakan, “Ammar radhiallahu ‘anhu pernah menyampaikan khutbah kepada kami secara ringkas namun mengena. Ketika selesai, maka kami mengatakan kepada beliau, “Alangkah baiknya jika anda memperpanjang khutbah” Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya saya pernah mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seorang dan pendeknya khutbah yang disampaikan olehnya merupakan tanda akan kefakihan dirinya” Maka hendaklah kalian memperpanjang shalat dan memperpendak khutbah.” (HR. Muslim: 869).
Nabi sallalluhu ‘alaihi wasalam memberikan tuntunan kepada umatnya untuk tidak bertele-tele dan berlama-lama dalam menyampaikan nasihat karena hal itu akan menyebabkan pendengar bosan.
d Relevansi Hadist dengan Konsef Dakwah.
Dilihat dari konteks hadist diatas terdapat adanya cara agar apa yang kita sampaikan kepada orang lain dapat diterima dengan hati yang senang, juga berbekas dalam ingatan mereka, sehingga dakwah yang kita sampaikan dapat dikatakan berhasil. Alangkah baiknya islam sehingga memberikan nasihatpun ada cara yang tepat agar bermanfaat.
Semoga kita semua menjadi pendakwah-pendakwah yang profesional. Amin-Amin ya Rabbal Alamin.
Sekian
والله اعلم بالصَّوا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar